Minggu, 03 Mei 2015

Personal Hygiene dan Scabies


Personal hygiene (kebersihan diri) seseorang sangat menentukan status kesehatannya. Seseorang yang secara sadar dan atas inisiatif pribadi memelihara kebersihan akan tercegah dari terjangkitnya suatu penyakit. Upaya kebersihan diri ini mencakup tentang kebersihan rambut, mata, telinga, gigi, mulut, kulit, kuku, serta kebersihan dalam berpakaian.


Salah satu upaya personal hygiene adalah merawat kebersihan kulit karena kulit berfungsi untuk melindungi permukaan tubuh, memelihara suhu tubuh dan mengeluarkan kotoran-kotoran tertentu. Mengingat kulit penting sebagai pelindung organ-organ tubuh, maka kulit perlu dijaga kesehatannya. Penyakit kulit dapat disebabkan oleh jamur, virus, kuman, parasit. Salah satu penyakit kulit yang disebabkan oleh parasit adalah Skabies.

Skabies merupakan infeksi parasit pada kulit yang disebabkan oleh Sarcoptes scabei var hominis. Skabies biasa disebut juga the itch, gudik, budukan, gatal agogo. Gejala penyakit scabies ditandai dengan munculnya warna kemerah-merahan, iritasi, dan rasa gatal pada kulit. Rasa gatal ini pada umumnya muncul di sela-sela jari, siku, selangkangan, dan lipatan paha. Timbulnya rasa gatal pada kulit menyebabkan penderita scabies menggaruk kulit bahkan bisa menimbulkan luka dan infeksi yang berbau anyir. Gejala lain yang muncul pada penderita scabies yaitu adanya gelembung berair pada kulit dan adanya garis halus berwarna kemerahan di bawah kulit yang merupakan terowongan yang digali Sarcoptes.

Penyakit skabies sering diabaikan oleh masyarakat dengan alasan karena tidak mengancam jiwa sehingga prioritas penanganannya rendah. Namun sebenarnya skabies kronis dan berat dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Skabies menimbulkan ketidaknyamanan karena menimbulkan lesi yang sangat gatal. Akibatnya, penderita sering menggaruk dan mengakibatkan infeksi sekunder terutama oleh bakteri Group A Streptococci (GAS) serta Staphylococcus aureus. Komplikasi akibat infestasi sekunder GAS dan S. aureus sering terdapat pada anak-anak di negara berkembang.

Menurut survey, skabies banyak terjadi di negara berkembang. Hal ini terkait dengan kemiskinan yang diasosiasikan dengan rendahnya tingkat kebersihan, akses air yang sulit, dan kepadatan hunian. Tingginya kepadatan hunian dan interaksi atau kontak fisik antar individu memudahkan transmisi dan infestasi tungau skabies. Oleh karena itu, prevalensi skabies yang tinggi umumnya ditemukan di lingkungan dengan kepadatan penghuni dan kontak interpersonal tinggi seperti penjara, panti asuhan, dan pondok pesantren.

Penyebaran tungau skabies melalui dua cara yaitu dengan kontak langsung oleh penderita skabies atau dengan kontak tak langsung seperti melalui penggunaan handuk bersama, alas tempat tidur, dan segala hal yang dimiliki pasien scabies.

Siklus hidup tungau skabies dimulai dari perkawinan yg terjadi di permukaan kulit, yang jantan biasanya mati setelah membuahi si betina. Sedangkan tungau betina yang telah di buahi menggali terowongan dalam stratum korneum (lapisan terluar kulit yang terdiri dari sel-sel kulit mati) dengan kecepatan 2-3 mili meter per hari sambil meletakkan telurnya 2 sampai 4 butir sehari hingga berjumlah 40 atau 50 butir. Tungau betina yang telah bertelur dapat bertahan hidup sampai 1 bulan. Telur-telur tersebut menetas setelah 3-5 hari kemudian membentuk larva (yang mempunyai 3 pasang kaki) yang hidup dalam terowongan. Setelah 2-3 hari larva akan berubah menjadi nimfa, kemudian berkembang lagi menjadi tungau jantan dan betina dewasa.

Untuk pengobatan skabies mudah dilakukan yaitu dengan cure rate yang tinggi. Namun jika cara tersebut tidak dilakukan secara masal dan serentak, maka rekurensi segera terjadi. Dengan demikian, pengobatan skabies harus diikuti dengan penyuluhan kesehatan agar santri dapat mencegah rekurensi skabies.

Nggak mau kan terkena skabies??? So, keep clean our environment..

kalau bukan kita, siapa lagi???,

"Kebersihan sebagian dari Iman"

Sumber : beberpa jurnal dan artikel


(Atul/an-Najwa)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar