Kamis, 07 September 2017

kaya, miskin wajib sehat

Kaya, tapi tidak sehat??? “Percuma”
Tak ada desa yang tak berbudaya. Ribuan jiwa serta ratusan kepala keluarga, sudah tentu memiliki karakter dan kebiasaan yang berbeda. Salah satunya adalah kabupaten Blora yang terletak di bagian timur provinsi Jawa Tengah. Blora memiliki banyak warisan budaya yang hingga kini masih dilestarikan. Tarian Jawa, kesenian barongan, sedekah desa, adat sunatan, adat mantenan, serta lainnya. Tidak sedikit juga masyarakat Blora yang masih percaya dengan adanya mitos. Mereka memiliki guru spiritual/sesepuh atau biasa disebut “wong tuo” untuk dimintai doa-doa.
Separuh dari wilayah Blora merupakan kawasan hutan, tak heran jika Blora dikenal sebagai salah satu dari tiga kabupaten penghasil kayu jati terbesar di Indonesia. Potensi pertanian kabupaten Blora dengan luas wilayah 1820,59 km2, terbesar penggunaan arealnya adalah sebagai hutan.
Tidak hanya dalam bidang perhutanan, Blora juga memiliki potensi peternakan yang bagus. Pada tahun 2015 kabupaten Blora pernah dinobatkan sebagai sentra sapi di Jawa Tengah karena merupakan daerah penghasil sapi terbesar di Jateng bersama Grobogan dan Pati. Jenis sapi terbesar yang diternakkan adalah jenis PO.

Kebonrejo merupakan salah satu desa yang ada di kecamatan Banjarejo kabupaten Blora. Desa Kebonrejo terdiri dari tiga dusun yaitu Pruntusan, Keboan, dan Nglempung. Pada tahun 2017, desa Kebonrejo dijadikan sebagai wilayah KKN PPM UGM untuk yang ketiga kalinya. KKN PPM JTG-019 tahun 2017 mengangkat tema “Penerapan Sistem Pertanian yang Terintegrasi dengan Peternakan dalam Upaya Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Kelembagaan Pertanian-Peternakan yang Mandiri”. Seperti yang telah dijelaskan, Kebonrejo juga memiliki potensi peternakan yang besar. Berdasarkan hasil sensus Juni 2017, didapatkan 756 ekor sapi dari 927 kepala keluarga yang ada. Bisa diarik kesimpulan bahwa 82% kepala keluarga desa Kebonrejo memiliki ternak sapi. Menurut warga setempat, sapi merupakan salah satu harta simpanan bagi mereka.
Idealnya, status perekonomian berbanding lurus terhadap status kesehatan. Semakin bagus tingkat perekonomian masyarakat, maka semakin bagus pula tingkat kesehatannya. Banyaknya warga Kebonrejo yang beternak sapi tidak selalu membawa dampak baik, namun juga dampak buruk. Menurut tradisi masyarakat Blora, kandang sapi berada di dalam rumah bahkan ada juga yang di taruh di ruang tamu. Makan, minum, buang kotoran pun juga disana. Itulah salah satu yang memicu masalah baru dalam bidang kesehatan. Pasalnya, beberapa penyakit pada hewan dapat menular ke manusia. Salah satu usaha untuk mencegah menularnya penyakit hewan ke manusia yaitu dengan dibuatkannya kandang percontohan oleh tim KKN JTG-019. Kandang percontohan tersebut berada di pelataran rumah salah seorang warga dusun Keboan. Dengan adanya kandang percontohan diharapkan menjadi pioner bagi masyarakat lainnya.
  
Tim KKN PPM JTG-019 juga melakukan sensus terkait dengan bidang kesehatan. Sasaran kegiatan sensus yaitu kelompok rentan yang meliputi lansia, balita, dan ibu hamil. Hasil sensus didapatkan bahwa 17% warga desa Kebonrejo merupakan kelompok lansia dan 7% termasuk kelompok balita, sedangkan kelompok ibu hamil <1%. Sensus dilaksanakan dengan cara wawancara dan mengisi angket. Banyak warga yang mengeluh akan masalah kesehatannya. Setelah dilakukan pengkajian, sekitar 50% warga kurang perhatian terhadap upaya pencegahan dan pengobatan keluhan atau penyakit yang diderita. Sebagian besar warga sibuk mengurus pertanian dan peternakan, tanpa memikirkan kondisi tubuh. Warga desa Kebonrejo termasuk warga yang pekerja keras.
Program periksa gratis dengan menggunakan asuransi kesehatan yang telah digalakkan pemerintah ternyata belum 100% berhasil. Beberapa warga desa Kebonrejo terutama lansia masih ada yang belum mengenal sistem tersebut. Mereka mengaku jarang melakukan pemeriksaan ke Puskesmas/ pelayanan kesehatan terdekat dengan alasan tidak memiliki biaya untuk periksa. Pengecekan tekanan darah pun jarang dilakukan, padahal fasilitas tersebut tersedia pada kegiatan Posyandu yang diadakan setiap bulan. Warga desa Kebonrejo baru tergerak hati untuk periksa ketika mereka tengah merasakan keparahan suatu penyakit.

Niki gratis bu?” (apakah ini gratis?)
”Nopo diparingi obat?” (apakah diberi obat?)
Pertanyaan itulah yang sering muncul dari warga ketika tim medika dari KKN-PPM JTG-019 melakukan kunjungan rumah untuk pemeriksaan gratis. Betapa takutnya mereka akan sistem pemeriksaan yang berbayar. Betapa berharapnya mereka akan adanya pengobatan gratis. Sayangnya, tim medika hanya dapat melakukan pengkajian dan pengukuran tekanan darah, gula darah, dan asam urat. Pengobatan gratis seperti yang mereka harapkan belum dapat terwujudkan. Proses pengkajian menunjukkan bahwa keluhan utama warga desa Kebonrejo adalah linu-linu (41%). Berdasarkan struktur tanahnya, salah satu kemungkinan penyebab dari linu-linu adalah adanya pengapuran pada tulang/sendi yang disebabkan oleh air yang diminum mengandung kapur. Warga kurang mengetahui cara pemrosesan air minum yang benar.
Proses pengukuran tekanan darah dan lainnya mendapatkan tanggapan yang bermacam-macam. Beberapa warga bersikap menerima dengan senang hati, namun terdapat pula warga yang menolaknya. Mereka menolak dengan berbagai alasan, ada yang menganggap dirinya sehat sehingga tidak diperlukan pengecekan, takut dengan hasil yang didapatkan, dan ada juga yang takut dengan alat-alat yang digunakan untuk melakukan pengecekan. Salah satu warga mengaku kalau takut akan diperiksa, beliau pernah memaksa memberanikan diri melakukan pengukuran tekanan darah, dan akhirnya jatuh sakit. Kurangnya paparan akan pentingnya menjaga kesehatan menjadikan warga bersikap acuh tak acuh terhadap kesehatannya sendiri maupun keluarga. Apalagi di desa Kebonrejo hanya mendapatkan bantuan satu bidan desa yang bertanggung jawab terhadap 2294 jiwa, tentu saja kurang efektif. Bidan desa lebih banyak bergerak dalam bidang kuratif, namun usaha preventifnya kurang. Kebonrejo masih minim akan penyuluhan dan pendidikan kesehatan.
        

Hasil pengukuran tekanan darah, gula darah, dan asam urat dari ketiga dusun cukup memprihatinkan. Di dusun Keboan, enam dari delapan orang yang diukur tekanan darahnya mengalami hipertensi. Pengkajian mengenai aktivitas sehari-hari dan makanan yang dikonsumsi belum menunjukkan penyebabnya.
saben dino aku ya ning sawah nduk, macul, ngaritke sapi”, tutur salah seorang simbah.
(setiap hari saya pergi ke sawah untuk mencangkul dan mencarikan rumput untuk sapi)
manganku ya ora aneh-aneh. Sego, sambel, paling karo krupuk. Nek sayurane kadang-kadang godhong telo, kangkung. Buah-buahan ya ora tau. Apa maneh daging nduk”, timpal simbah lagi
(makanan saya juga tidak bermacam. Cuma nasi, sambal, dan krupuk. Terkadang masak sayur daun ketela, kangkung. Buah-buahan tidak pernah, apalagi daging)
Mendengar hal tersebut tentu sangat menyedihkan. Jaman sekarang masih ada warga yang makanannya begitu sederhana, belum memenuhi standar gizi seimbang.
Selain tekanan darah tinggi, sebagian dari mereka juga memiliki kadar asam urat yang tinggi. Beberapa warga ada yang mengeluhkan rasa linu dan ada yang tidak. Warga yang tidak mengeluhkan linu diduga telah terbiasa merasakannya sehingga sudah tidak terasa lagi, padahal kadar asam uratnya jauh diatas batas normal. Mereka juga mengaku jarang mengonsumsi makanan yang berjenis kacang-kacangan. Namun dapat diingat kembali bahwa wilayah Blora merupakan daerah berkapur sehingga dapat menjadi salah satu penyumbang/ penyebab tingginya kadar asam urat masyarakat Kebonrejo.
    
Salah satu kebiasaan buruk lansia Kebonrejo yaitu pengonsumsian kopi dan teh manis setiap pagi dan sore. Kadar gula yang masuk ke dalam tubuh secara berlebih akan memicu penyakit diabetes. Kenaikan kadar gula darah tidak dapat diketahui secara kasat mata, ia hanya bisa diketahui melalui pengecekan menggunakan alat khusus (GCU).  Gejala baru muncul ketika tubuh sudah tidak bisa mentolerir tingginya kadar gula darah dalam tubuh.
 Selain masalah yang ada pada lansia, Kebonrejo juga krisis akan tumbuh kembang balita. Sensus pada bulan Juni menunjukkan bahwa hanya 80 dari 164 balita yang datang ke Posyandu. Banyak ibu-ibu yang menganggap kurang penting dengan adanya penimbangan berat badan setiap bulannya. Dari 80 balita tersebut 80% diantaranya memiliki indeks masa tubuh <17. Setelah dilakukan pengkajian banyak ibu-ibu yang mengeluhkan terkait dengan nafsu makan si balita. Beberapa ibu mengatakan si balita selalu menolak makanan yang diberikan, ada juga balita yang selalu mengatakan tidak lapar sehingga tidak mau makan.
anakku iki angel mangane mbak. Tak dulang ora gelem. Sayuran ya ora gelem. Padahal wis tak jajal ganti-ganti menu saben dinane. Senenge mangan karo sego, iwak pindang. Buahe ya senenge cuma semangka. Jeruk, salak, ya ora gelem”, tutur salah satu ibu.
(anak saya itu susah makan mbak. Saya suapi seringnya tidak mau. Sayuran juga tidak mau. Padahal sudah saya ganti menu setiap harinya. Dia sukanya makan nasi dengan lauk ikan pindang saja. Buah-buahan cuma semangka yang disuka. Jeruk dan salak juga tidak mau)
Namun berdasarkan informasi yang diberikan kader kesehatan setempat, ibu-ibu kurang memerhatikan waktu makan balita.  Mereka membiarkan balitanya asyik bermain, diberi makan ketika balita mengeluhkan lapar. Hal tersebut sungguh memprihatinkan. Kurangnya informasi yang didapatkan ibu-ibu dapat merugikan masa tumbuh kembang si balita. Padahal, masa balita merupakan golden age untuk menuju masa dewasa. Masa kecil merupakan cerminan dari masa dewasa. Semakin bagus pertumbuhan masa kecilnya, semakin bagus pula masa depannya.
Salah satu upaya tim KKN JTG-019 untuk menangani hal tersebut yaitu dengan mengadakan pemberian makanan tambahan setiap pagi dan sore. Menu dan gizi makanan disesuaikan dengan kebutuhan balita secara umum. Ibu-ibu balita dikumpulkan terlebih dahulu untuk mengkaji masalah yang ada. Setelah itu diadakan demo masak kepada ibu-ibu, menjelaskan cara memasak sayur yang sehat.
            Pemberian makan tambahan dilakukan setelah pelaksanaan demo masak. Menu makanan yang diberikan berganti-ganti setiap harinya. Menu makanan diupayakan memenuhi kebutuhan karbohidrat, protein, vitamin, mineral, zat besi, dan lainnya. Menu disusun secara berganti dengan harapan balita tidak merasa bosan. Proses pemberian makanan dievaluasi setiap harinya. Apakah ada peningkatan nafsu makan dari balita atau tidak. Kegiatan pemberian makanan oleh tim KKN tidak bertujuan muluk-muluk karena kegiatan tersebut hanya berlangsung tiga hari. Tim KKN hanya mengharapkan adanya peningkatan nafsu makan balita. Dengan peningkatan nafsu makan secara terus menerus diharapkan dapat meningkatkan berat badan dan membantu tumbuh kembang balita.
          

Selain warga masyarakat kebonrejo yang kurang mendapatkan pendidikan kesehatan, kader kesehatan yang membantu kinerja bidan desa juga kurang mendapatkan pelatihan akan keterampilan. Berdasarkan pantauan Posyandu bulan Juni, mereka belum menerapkan system lima meja. Penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan, dan pencatatan/ pengisian KMS (kartu menuju sehat) juga belum teratur. Mereka melakukan sesuai dengan kemampuan.
ora tau ana pelatihan mbak, isane ya mung nimbang karo nyatet. Kae waktu ana mbak KKN pernah ana pelatihan tensi karo ngecek gula, tapi saiki ya wis lali. Wis suwe ora tau diterapke. Aku isa nensi sih mbak, tapi nganggo tensi digital. Tapi terkadang tensine iku error mbak, wis suwe soale”, pengakuan salah satu warga.
(tidak pernah ada pelatihan mbak, bisanya cuma penimbangan berat badan dan pencatatan. Dulu waktu ada mbak KKN pernah diadakan pelatihan tensi (pengukuran tekanan darah) dan pengukuran kadar gula darah, tapi sekarang sudah lupa. Sudah lama tidak pernah diterapkan. Sebenarnya saya bisa mengukur tekanan darah tapi menggunakan tensimeter digital. Tapi sekarang tensinya sering error mbak, sudah lama soalnya)
Pengakuan salah satu kader tersebut menunjukkan bahwa perlu diadakan pelatihan keterampilan guna untuk menunjang terlaksananya Posyandu dan promosi kesehatan. Pelatihan tersebut dapat diadakan oleh bidan desa maupun dari Puskesmas terdekat secara langsung. Salah satu upaya tim KKN menanggulangi keluhan para kader dan agar Posyandu dapat terlaksana sesuai standar, maka tim KKN mengadakan kegiatan review keterampilan yang telah didapatkan oleh kader kesehatan. Keterampilan tersebut meliputi penerapan Posyandu sistem lima meja, penggunaan tensimeter manual, serta pengukuran kadar gula darah dan asam urat. Pelatihan yang diadakan tim KKN tidaklah seberapa. Pemerintah diharapkan untuk memantau dan melakukan follow up terhadap kader-kader tersebut.
 
Secara garis besar, masyarakat desa Kebonrejo kurang sadar akan kesehatannya. Mereka jarang yang merasakan gejala yang timbul dari suatu penyakit. Selain itu, mereka juga jarang pergi ke pelayanan kesehatan yang ada. Perasaan takut akan biaya, diagnosa dokter, dan jarum suntikpun masih berlaku. Kelompok rentan desa Kebonrejo yang meliputi lansia, balita, dan ibu hamil perl mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. Lansia yang sudah tidak berdaya untuk bekerja, kurang mampu dalam menjaga dan mempertahankan kesehatannya perlu mendapatkan sentuhan khusus. Balita yang merupakan masa golden age juga perlu mendapatkan pantauan khusus terkait dengan tumbuh kembangnya guna mempersiapkan masa dewasa untuk memajukan bangsa Indonesia. Tidak hanya mengunggulkan dalam bidang perekonomian, namun masyarakat Blora juga perlu menanamkan mindset bahwa kesehatan itu penting. Kekayaan tanpa kesehatan itu pecuma.
Sekian.
Sumber :
Sensus kesehatan dan peternakan di desa Kebonrejo oleh tim KKN-PPM JTG 019 pada bulan Juni 2017

Data dinas pertanian Kabupaten Blora tahun 2015-2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar