Kaya, tapi tidak sehat??? “Percuma”
Tak ada desa yang tak berbudaya. Ribuan
jiwa serta ratusan kepala keluarga, sudah tentu memiliki karakter dan kebiasaan
yang berbeda. Salah satunya adalah kabupaten Blora yang terletak di bagian
timur provinsi Jawa Tengah. Blora memiliki banyak warisan budaya yang hingga
kini masih dilestarikan. Tarian Jawa, kesenian barongan, sedekah desa, adat
sunatan, adat mantenan, serta lainnya. Tidak sedikit juga masyarakat Blora yang
masih percaya dengan adanya mitos. Mereka memiliki guru spiritual/sesepuh atau
biasa disebut “wong tuo” untuk dimintai doa-doa.
Separuh dari wilayah Blora merupakan
kawasan hutan, tak heran jika Blora dikenal sebagai salah satu dari tiga kabupaten
penghasil kayu jati terbesar di Indonesia. Potensi pertanian kabupaten Blora
dengan luas wilayah 1820,59 km2, terbesar penggunaan arealnya adalah
sebagai hutan.
Tidak hanya dalam bidang perhutanan, Blora
juga memiliki potensi peternakan yang bagus. Pada tahun 2015 kabupaten Blora pernah
dinobatkan sebagai sentra sapi di Jawa Tengah karena merupakan daerah penghasil
sapi terbesar di Jateng bersama Grobogan dan Pati. Jenis sapi terbesar yang
diternakkan adalah jenis PO.
Kebonrejo merupakan salah satu desa yang
ada di kecamatan Banjarejo kabupaten Blora. Desa Kebonrejo terdiri dari tiga
dusun yaitu Pruntusan, Keboan, dan Nglempung. Pada tahun 2017, desa Kebonrejo
dijadikan sebagai wilayah KKN PPM UGM untuk yang ketiga kalinya. KKN PPM
JTG-019 tahun 2017 mengangkat tema “Penerapan Sistem Pertanian yang
Terintegrasi dengan Peternakan dalam Upaya Pengembangan Sumber Daya Manusia dan
Kelembagaan Pertanian-Peternakan yang Mandiri”. Seperti yang telah dijelaskan,
Kebonrejo juga memiliki potensi peternakan yang besar. Berdasarkan hasil sensus
Juni 2017, didapatkan 756 ekor sapi dari 927 kepala keluarga yang ada. Bisa diarik
kesimpulan bahwa 82% kepala keluarga desa Kebonrejo memiliki ternak sapi.
Menurut warga setempat, sapi merupakan salah satu harta simpanan bagi mereka.
Idealnya, status perekonomian berbanding
lurus terhadap status kesehatan. Semakin bagus tingkat perekonomian masyarakat,
maka semakin bagus pula tingkat kesehatannya. Banyaknya warga Kebonrejo yang
beternak sapi tidak selalu membawa dampak baik, namun juga dampak buruk. Menurut
tradisi masyarakat Blora, kandang sapi berada di dalam rumah bahkan ada juga
yang di taruh di ruang tamu. Makan, minum, buang kotoran pun juga disana.
Itulah salah satu yang memicu masalah baru dalam bidang kesehatan. Pasalnya,
beberapa penyakit pada hewan dapat menular ke manusia. Salah satu usaha untuk
mencegah menularnya penyakit hewan ke manusia yaitu dengan dibuatkannya kandang
percontohan oleh tim KKN JTG-019. Kandang percontohan tersebut berada di
pelataran rumah salah seorang warga dusun Keboan. Dengan adanya kandang
percontohan diharapkan menjadi pioner bagi masyarakat lainnya.
Tim KKN PPM JTG-019 juga melakukan sensus
terkait dengan bidang kesehatan. Sasaran kegiatan sensus yaitu kelompok rentan
yang meliputi lansia, balita, dan ibu hamil. Hasil sensus didapatkan bahwa 17%
warga desa Kebonrejo merupakan kelompok lansia dan 7% termasuk kelompok balita,
sedangkan kelompok ibu hamil <1%. Sensus dilaksanakan dengan cara wawancara
dan mengisi angket. Banyak warga yang mengeluh akan masalah kesehatannya.
Setelah dilakukan pengkajian, sekitar 50% warga kurang perhatian terhadap upaya
pencegahan dan pengobatan keluhan atau penyakit yang diderita. Sebagian besar
warga sibuk mengurus pertanian dan peternakan, tanpa memikirkan kondisi tubuh.
Warga desa Kebonrejo termasuk warga yang pekerja keras.
Program periksa gratis dengan menggunakan
asuransi kesehatan yang telah digalakkan pemerintah ternyata belum 100% berhasil.
Beberapa warga desa Kebonrejo terutama lansia masih ada yang belum mengenal
sistem tersebut. Mereka mengaku jarang melakukan pemeriksaan ke Puskesmas/
pelayanan kesehatan terdekat dengan alasan tidak memiliki biaya untuk periksa.
Pengecekan tekanan darah pun jarang dilakukan, padahal fasilitas tersebut
tersedia pada kegiatan Posyandu yang diadakan setiap bulan. Warga desa
Kebonrejo baru tergerak hati untuk periksa ketika mereka tengah merasakan
keparahan suatu penyakit.
“Niki gratis bu?” (apakah ini gratis?)
”Nopo diparingi obat?” (apakah diberi
obat?)
Pertanyaan itulah yang sering muncul dari
warga ketika tim medika dari KKN-PPM JTG-019 melakukan kunjungan rumah untuk
pemeriksaan gratis. Betapa takutnya mereka akan sistem pemeriksaan yang
berbayar. Betapa berharapnya mereka akan adanya pengobatan gratis. Sayangnya,
tim medika hanya dapat melakukan pengkajian dan pengukuran tekanan darah, gula
darah, dan asam urat. Pengobatan gratis seperti yang mereka harapkan belum
dapat terwujudkan. Proses pengkajian menunjukkan bahwa keluhan utama warga desa
Kebonrejo adalah linu-linu (41%). Berdasarkan struktur tanahnya, salah satu kemungkinan
penyebab dari linu-linu adalah adanya pengapuran pada tulang/sendi yang
disebabkan oleh air yang diminum mengandung kapur. Warga kurang mengetahui cara
pemrosesan air minum yang benar.
Proses pengukuran tekanan darah dan lainnya
mendapatkan tanggapan yang bermacam-macam. Beberapa warga bersikap menerima
dengan senang hati, namun terdapat pula warga yang menolaknya. Mereka menolak
dengan berbagai alasan, ada yang menganggap dirinya sehat sehingga tidak
diperlukan pengecekan, takut dengan hasil yang didapatkan, dan ada juga yang
takut dengan alat-alat yang digunakan untuk melakukan pengecekan. Salah satu
warga mengaku kalau takut akan diperiksa, beliau pernah memaksa memberanikan
diri melakukan pengukuran tekanan darah, dan akhirnya jatuh sakit. Kurangnya
paparan akan pentingnya menjaga kesehatan menjadikan warga bersikap acuh tak
acuh terhadap kesehatannya sendiri maupun keluarga. Apalagi di desa Kebonrejo
hanya mendapatkan bantuan satu bidan desa yang bertanggung jawab terhadap 2294
jiwa, tentu saja kurang efektif. Bidan desa lebih banyak bergerak dalam bidang
kuratif, namun usaha preventifnya kurang. Kebonrejo masih minim akan penyuluhan
dan pendidikan kesehatan.
Hasil pengukuran tekanan darah, gula darah,
dan asam urat dari ketiga dusun cukup memprihatinkan. Di dusun Keboan, enam
dari delapan orang yang diukur tekanan darahnya mengalami hipertensi.
Pengkajian mengenai aktivitas sehari-hari dan makanan yang dikonsumsi belum
menunjukkan penyebabnya.
“saben dino aku ya ning sawah nduk,
macul, ngaritke sapi”, tutur salah seorang simbah.
(setiap hari saya pergi ke sawah untuk
mencangkul dan mencarikan rumput untuk sapi)
“manganku ya ora aneh-aneh. Sego,
sambel, paling karo krupuk. Nek sayurane kadang-kadang godhong telo, kangkung.
Buah-buahan ya ora tau. Apa maneh daging nduk”, timpal simbah lagi
(makanan saya juga tidak bermacam. Cuma
nasi, sambal, dan krupuk. Terkadang masak sayur daun ketela, kangkung. Buah-buahan
tidak pernah, apalagi daging)
Mendengar hal tersebut tentu sangat
menyedihkan. Jaman sekarang masih ada warga yang makanannya begitu sederhana,
belum memenuhi standar gizi seimbang.
Selain tekanan darah tinggi, sebagian dari
mereka juga memiliki kadar asam urat yang tinggi. Beberapa warga ada yang
mengeluhkan rasa linu dan ada yang tidak. Warga yang tidak mengeluhkan linu
diduga telah terbiasa merasakannya sehingga sudah tidak terasa lagi, padahal
kadar asam uratnya jauh diatas batas normal. Mereka juga mengaku jarang
mengonsumsi makanan yang berjenis kacang-kacangan. Namun dapat diingat kembali
bahwa wilayah Blora merupakan daerah berkapur sehingga dapat menjadi salah satu
penyumbang/ penyebab tingginya kadar asam urat masyarakat Kebonrejo.
Salah satu kebiasaan buruk lansia Kebonrejo
yaitu pengonsumsian kopi dan teh manis setiap pagi dan sore. Kadar gula yang
masuk ke dalam tubuh secara berlebih akan memicu penyakit diabetes. Kenaikan
kadar gula darah tidak dapat diketahui secara kasat mata, ia hanya bisa
diketahui melalui pengecekan menggunakan alat khusus (GCU). Gejala baru muncul ketika tubuh sudah tidak
bisa mentolerir tingginya kadar gula darah dalam tubuh.
Selain
masalah yang ada pada lansia, Kebonrejo juga krisis akan tumbuh kembang balita.
Sensus pada bulan Juni menunjukkan bahwa hanya 80 dari 164 balita yang datang
ke Posyandu. Banyak ibu-ibu yang menganggap kurang penting dengan adanya penimbangan
berat badan setiap bulannya. Dari 80 balita tersebut 80% diantaranya memiliki
indeks masa tubuh <17. Setelah dilakukan pengkajian banyak ibu-ibu yang
mengeluhkan terkait dengan nafsu makan si balita. Beberapa ibu mengatakan si
balita selalu menolak makanan yang diberikan, ada juga balita yang selalu
mengatakan tidak lapar sehingga tidak mau makan.
“anakku iki angel mangane mbak. Tak
dulang ora gelem. Sayuran ya ora gelem. Padahal wis tak jajal ganti-ganti menu
saben dinane. Senenge mangan karo sego, iwak pindang. Buahe ya senenge cuma
semangka. Jeruk, salak, ya ora gelem”, tutur salah satu ibu.
(anak saya itu susah makan mbak. Saya suapi seringnya tidak mau. Sayuran
juga tidak mau. Padahal sudah saya ganti menu setiap harinya. Dia sukanya makan
nasi dengan lauk ikan pindang saja. Buah-buahan cuma semangka yang disuka.
Jeruk dan salak juga tidak mau)
Namun berdasarkan informasi yang diberikan
kader kesehatan setempat, ibu-ibu kurang memerhatikan waktu makan balita. Mereka membiarkan balitanya asyik bermain,
diberi makan ketika balita mengeluhkan lapar. Hal tersebut sungguh
memprihatinkan. Kurangnya informasi yang didapatkan ibu-ibu dapat merugikan
masa tumbuh kembang si balita. Padahal, masa balita merupakan golden age untuk
menuju masa dewasa. Masa kecil merupakan cerminan dari masa dewasa. Semakin
bagus pertumbuhan masa kecilnya, semakin bagus pula masa depannya.
Salah satu upaya tim KKN JTG-019 untuk
menangani hal tersebut yaitu dengan mengadakan pemberian makanan tambahan
setiap pagi dan sore. Menu dan gizi makanan disesuaikan dengan kebutuhan balita
secara umum. Ibu-ibu balita dikumpulkan terlebih dahulu untuk mengkaji masalah
yang ada. Setelah itu diadakan demo masak kepada ibu-ibu, menjelaskan cara
memasak sayur yang sehat.
Pemberian
makan tambahan dilakukan setelah pelaksanaan demo masak. Menu makanan yang
diberikan berganti-ganti setiap harinya. Menu makanan diupayakan memenuhi
kebutuhan karbohidrat, protein, vitamin, mineral, zat besi, dan lainnya. Menu
disusun secara berganti dengan harapan balita tidak merasa bosan. Proses
pemberian makanan dievaluasi setiap harinya. Apakah ada peningkatan nafsu makan
dari balita atau tidak. Kegiatan pemberian makanan oleh tim KKN tidak bertujuan
muluk-muluk karena kegiatan tersebut hanya berlangsung tiga hari. Tim KKN hanya
mengharapkan adanya peningkatan nafsu makan balita. Dengan peningkatan nafsu
makan secara terus menerus diharapkan dapat meningkatkan berat badan dan
membantu tumbuh kembang balita.
Selain warga masyarakat kebonrejo yang
kurang mendapatkan pendidikan kesehatan, kader kesehatan yang membantu kinerja
bidan desa juga kurang mendapatkan pelatihan akan keterampilan. Berdasarkan
pantauan Posyandu bulan Juni, mereka belum menerapkan system lima meja.
Penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan, dan pencatatan/ pengisian KMS
(kartu menuju sehat) juga belum teratur. Mereka melakukan sesuai dengan
kemampuan.
“ora tau ana pelatihan mbak, isane ya
mung nimbang karo nyatet. Kae waktu ana mbak KKN pernah ana pelatihan tensi
karo ngecek gula, tapi saiki ya wis lali. Wis suwe ora tau diterapke. Aku isa
nensi sih mbak, tapi nganggo tensi digital. Tapi terkadang tensine iku error
mbak, wis suwe soale”, pengakuan salah satu warga.
(tidak pernah ada pelatihan mbak, bisanya
cuma penimbangan berat badan dan pencatatan. Dulu waktu ada mbak KKN pernah
diadakan pelatihan tensi (pengukuran tekanan darah) dan pengukuran kadar gula
darah, tapi sekarang sudah lupa. Sudah lama tidak pernah diterapkan. Sebenarnya
saya bisa mengukur tekanan darah tapi menggunakan tensimeter digital. Tapi sekarang
tensinya sering error mbak, sudah lama soalnya)
Pengakuan salah satu kader tersebut
menunjukkan bahwa perlu diadakan pelatihan keterampilan guna untuk menunjang
terlaksananya Posyandu dan promosi kesehatan. Pelatihan tersebut dapat diadakan
oleh bidan desa maupun dari Puskesmas terdekat secara langsung. Salah satu
upaya tim KKN menanggulangi keluhan para kader dan agar Posyandu dapat
terlaksana sesuai standar, maka tim KKN mengadakan kegiatan review keterampilan
yang telah didapatkan oleh kader kesehatan. Keterampilan tersebut meliputi
penerapan Posyandu sistem lima meja, penggunaan tensimeter manual, serta
pengukuran kadar gula darah dan asam urat. Pelatihan yang diadakan tim KKN
tidaklah seberapa. Pemerintah diharapkan untuk memantau dan melakukan follow
up terhadap kader-kader tersebut.
Secara garis besar, masyarakat desa
Kebonrejo kurang sadar akan kesehatannya. Mereka jarang yang merasakan gejala
yang timbul dari suatu penyakit. Selain itu, mereka juga jarang pergi ke
pelayanan kesehatan yang ada. Perasaan takut akan biaya, diagnosa dokter, dan
jarum suntikpun masih berlaku. Kelompok rentan desa Kebonrejo yang meliputi
lansia, balita, dan ibu hamil perl mendapatkan perhatian khusus dari
pemerintah. Lansia yang sudah tidak berdaya untuk bekerja, kurang mampu dalam
menjaga dan mempertahankan kesehatannya perlu mendapatkan sentuhan khusus.
Balita yang merupakan masa golden age juga perlu mendapatkan pantauan
khusus terkait dengan tumbuh kembangnya guna mempersiapkan masa dewasa untuk
memajukan bangsa Indonesia. Tidak hanya mengunggulkan dalam bidang perekonomian,
namun masyarakat Blora juga perlu menanamkan mindset bahwa kesehatan itu
penting. Kekayaan tanpa kesehatan itu pecuma.
Sekian.
Sumber :
Sensus kesehatan dan peternakan di desa
Kebonrejo oleh tim KKN-PPM JTG 019 pada bulan Juni 2017
Data dinas pertanian Kabupaten Blora tahun
2015-2017